PENJELASAN NAMA-NAMA SYAR’I AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH #2

Oleh: Syaikh DR. Abdussalam bin Salim as-Suhaimi

Nama-nama Ahlussunnah wal Jama’ah yang agung ini berbeda dengan gelar-gelar yang dimiliki oleh kelompok manapun, berdasarkan tinjauan-tinjauan berikut:

Pertama:
Nama-nama ini adalah penisbahan yang tidak pernah terpisah sekejap mata pun dari ummat islam, semenjak terbentuknya mereka di atas manhaj (pondasi) nubuwwah, nama-nama ini meliputi keseluruhan kaum muslimin yang berada di atas sunnah generasi awal yang dijadikan sebagai panutan dalam mengambil ilmu, cara memahami dan mendakwahkan ilmu tersebut,

dan eksklusivitas gelar Al-Firqah An-Najiyah untuk Ahlussunnah Wal Jama’ah disebabkan karena merekalah orang-orang yang berpedoman kepada manhaj nubuwwah ini, mereka akan senantiasa ada sampai hari kiamat, sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ مَنْصُوْرَةً عَلَى الْحَقِّ

“Akan senantiasa ada sekelompok orang dari ummatku ditolong di atas kebenaran”.1

Kedua:
Nama-nama ini meliputi keseluruhan islam, yaitu Al-Kitab dan As-Sunnah, tidak terbatas pada suatu corak tertentu yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah, baik karena penambahan maupun pengurangan.

Ketiga:
Gelar-gelar Ahlussunnah wal Jama’ah ini, sebagiannya ditetapkan berdasarkan sunnah yang shahih, dan sebagiannya lagi muncul untuk menghadang para pengekor hawa nafsu, kelompok-kelompok sesat, dalam rangka menentang kebid’ahan mereka, membedakan diri, menjauhkan dari pencampuradukan dengan mereka dan memisahkan diri dari mereka.

Ketika muncul kebid’ahan, maka ahlussunnah dibedakan dengan As-Sunnah, ketika akal dijadikan sebagai sumber hukum, maka Ahlussunnah dibedakan dengan Al-Hadits dan Al-Atsar, tatkala kebid’ahan dan hawa nafsu merajalela pada generasi belakangan, maka Ahlussunnah berbeda dengan mereka karena memegang petunjuk Salaf, demikian seterusnya.

Keempat:
Cinta dan benci, dukungan dan permusuhan Ahlussunnah adalah berlandaskan Islam, bukan berdasarkan pada corak dengan nama tertentu, atau berasaskan pemahaman tertentu, namun ikatan Ahlussunnah hanyalah berdasarkan kepada Al-Quran dan As-Sunnah saja, berdasarkan pemahaman Salaf.

Kelima:
Gelar-gelar Ahlussunnah tidak menyebabkan kefanatikan kepada orang tertentu selain kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Keenam:
Gelar-gelar Ahlussunnah tidak menjerumuskan kepada bid’ah, maksiat dan kefanatikan terhadap seseorang, juga kelompok.

Sekarang saatnya kita mulai mengenal nama-nama Ahlussunnah wal Jama’ah secara ringkas:

Pertama: Ahlussunnah wal Jama’ah

Ini adalah nama yang populer yang dengannya Ahlussunnah dikenal, selalu disandingkan dengan As-Sunnah; maka dikatakanlah Ahlussunnah wal Jama’ah, namun  terkadang hanya disebut Ahlussunnah, ada kalanya disebut Ahlul Jama’ah, namun jarang, karena umumnya dirangkai (ahlu) dengan kata As-Sunnah.

Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah berkata: Sunnah itu disandingkan dengan jama’ah, sebagaimana bid’ah disandingkan dengan furqah (perpecahan), maka dikatakan Ahlussunnah wal Jama’ah dan dikatakan juga Ahlul bid’ah wal furqah (ahli bid’ah dan perpecahan)”. (Al-Istiqamah, 1/42)

Di antara Alasan penamaan Ahlussunnah wal Jama’ah adalah karena mereka memiliki dua keistimewaan besar yang menjadi pembeda dengan kelompok lain:

1. Mereka berpedoman kepada sunnah, sehingga menjadi ahlinya, berbeda halnya dengan kelompok-kelompok lain yang berpedoman kepada akal dan selera pribadi, pendapat-pendapat pemimpin mereka yang membuat kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbahkan kepada sunnah, namun dinisbahkan kepada kebid’ahan, Imam-imam dan kepada perbuatan mereka, sebagaimana telah dijelaskan.

2. Ahlussunnah adalah Ahlul Jama’ah, karena persatuan mereka di atas kebenaran, tidak ada perpecahan di kalangan mereka, berbeda dengan kolompok-kelompok lain, mereka tidak bersatu di atas kebenaran, mereka hanya mengikuti selera pribadi, maka tidak ada kebenaran yang mempersatukan mereka.

Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah berkata: Mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ijma para penghulu dari kalangan muhajirin dan anshar (para sahabat) dan mengkuti para imam yang meneladani para sahabat dengan baik”. (Majmu Al-Fatawa, 2/375)

Kedua: Ahlul Hadits

Termasuk nama untuk Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah “Ahlul Hadits”, nama ini banyak disebutkan dalam ucapan para imam, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan yang lainnya dari kalangan ulama, baik yang hidup sebelum, maupun setelah beliau, mereka menyebutkan Ahlul Hadits dan Ahlussunnah dalam rangka menjelaskan akidah mereka. Para ulama tidak membedakan antara kedua istilah tersebut.

Imam Ash-Shabuniy berkata dalam kitab akidahnya :
Ahlussunnah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah –semoga Allah menjaga orang-orang yang hidup dan merahmati yang telah wafat dari mereka-
Ahlussunnah adalah yang bersaksi atas keesaan Allah, serta risalah dan kenabian (Muhammad shallallahu alaihi wa sallam)

Sampai kepada perkataan beliau, “Allah telah melindungi Ahlussunnah dari penyimpangan tahrif (mengubah makna atau lafazh), takyif (bertanya bagaimana, memvisualisasikan, menggambarkan sifat Allah), Allah memberikan anugerah kepada Ahlussunnah dengan membuat mereka faham (terhadap agama)”. (‘Aqidah Assalaf Ashhabul Hadits, hal 423)

Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Mazhab Salaf, Ahlul Hadits dan Ahlussunnah wal Jama’ah” (Dar’u Ta’arudh Al-‘Aqli wa An-Naql, 1/203)

Yang dimaksud Ahlul Hadits dalam kitab-kitab akidah para Salaf adalah Ahlussunnah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ahlul Hadits yang kami maksud bukanlah sebatas orang-orang yang mendengar, menulis dan meriwayatkan hadits, akan tetapi maknanya adalah setiap orang yang paling benar dalam menghafal, mengetahui dan memahami hadits, baik secara lahir maupun batin, ittiba kepadanya lahir batin, termasuk Ahlul Hadits adalah Ahlul Quran.” (Majmu’ Al-Fatawa, 4/95)

Ketiga: Al-Atsariyyah atau Ahlul Atsar
Nama ini banyak disebut oleh ahli ilmu, yang maksudnya adalah Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.

Ibnu Hatim Ar-Raziy berkata: “mazhab dan pilihan kami adalah: ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sahabatnya dan para tabi’in, berpegang teguh dengan mazhab Ahlul Atsar, seperti Abu Abdillah Ahmad bin Hambal”. (Syarh Ushul I’itiqad Ahli As-Sunnah, 1/179)

Beliau juga berkata, “diantara ciri ahli bid’ah adalah: mencaci Ahlul Atsar, sedangkan ciri orang-orang zindiq (munafik) adalah menamai Ahlussunnah dengan Hasyawiyyah (ini adalah tuduhan kepada Ahlussunnah, nisbah kepada kata al-hasyw, yaitu yang berpegang kepada makna lahir dan melakukan tajsim (menggambarkan/memvisualkan)”, lihat Mu’jamul Wasith, pen),

ciri orang Qodariyyah adalah menamai Ahlul Atsar dengan “Mujbarah” (terpaksa, tidak memiliki pilihan), ciri Murji’ah adalah menggelari Ahlussunnah dengan “Mukhalifah” dan “Nuqshaniyyah” dan ciri Rafidhah adalah menamai Ahlussunnah dengan “Nashibah”. (ibid)

Nama ini (Ahlul Atsar) banyak disebutkan dalam perkataan para imam, seperti Abu Nashr As-Sajzy, Ibnu Taimiyyah, As-Safariniy dan yang lainnya dari kalangan para ulama (Ar-Rad ‘A’la Man Ankara Al-Harfa Wa Ash-Shaut, (hal: 175, 177, 179) dan Dar’u At-Ta’arudh, (6/266) dan Lawami’ul Anwar (1/64)). Dinamakan Ahlul Atsar adalah nisbah kepada atsar, secara istilah; atsar adalah sinonim dari hadits.

Makna Ahlul Atsar adalah sebagaimana yang disebutkan oleh As-Safariniy: “yaitu orang-orang yang hanya mengambil akidah mereka dari yang diriwayatkan dari Allah dalam Al-Quran, dalam sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau mengambil dari apa yang telah tetap dan shahih dari As-Salaf Ash-Shalih dari kalangan para Sahabat yang mulia dan Tabi’in yang memiliki keagungan”. (Lawami’ul Anwar (1/64), dan ini semakna dengan Ahlussunnah dalam ungkapan para Salaf. (Wasathiyyatu Ahlissunnah Baina Al-Firaq (119).

Keempat: Al-Firqah An-Najiyah
Mereka adalah kelompok yang selamat dari neraka, dimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengecualikannya dari golongan-golongan yang masuk ke dalam neraka, beliau bersabda:

كُلُّهَا فِي النَّارِ إلَّا وَاحِدَة

“Semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan”  maksudnya yang tidak masuk ke dalam neraka . Diambil dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang perpecahan ummat:

أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ

Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.” (HR. Abu Dawud, Kitabus Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597, dan yang lainnya)

dalam riwayat yang lain disebutkan:

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ

“Apa yang aku dan para Shahabatku berada di atasnya.” (HR. at-Tirmidzi no. 2641)

Asy-Syaikh Hafizh Hukmi berkata dalam Ma’arijul Qabul (1/19): “Ash-Shadiqul Masdhuq (Rasulullah) telah mengabarkan bahwa Al-Firqah An-Najiyah adalah orang-orang berpegang teguh kepada apa yang dipegang oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya”.

Kelima: Ath-Thaifah Al-Manshurah
Nama ini diambil dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada hadits Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu anhu:

لَا يَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِيْنَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ

“Pasti akan selalu ada sekelompok orang dari umatku yang senantiasa meraih kemenangan, sampai ketetapan dari Allah ‘azza wa jalla datang menghampiri mereka. Dan mereka pun tetap di atas kemenangannya.” (HR. Al-Bukhari, No. 7311)

Sungguh keliru, orang yang membedakan antara Ath-Thaifah Al-Manshurah dengan Al-Firqah An-Najiyah, karena keduanya adalah satu.

Keenam: Assalafiyyah dan Salafiyyun
Akan dibahas khusus pada pertemuan berikutnya

Bersambung in syaa Allah…

Diterjemahkan oleh Ustadz Hafizh Abdul Rohman, Lc dari kitab :

Kun Salafiyyan ‘Alal Jaaddah, ‘Abdussalaam bin Saalim bin Rajaa As-Suhaimi, Ad-Daarul Atsariyyah, 2012 M


Footnote

[1] Dari Tsauban radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ

Senantiasa ada sekelompok ummatku yang dimenangkan di atas kebenaran, tidak akan membahayakannya orang yang memusuhinya hingga hari Kiamat sedangkan mereka tetap seperti itu.” Namun dalam hadits Qutaibah tidak disebutkan, “Sedangkan mereka tetap seperti itu. (HR. Muslim, no. 1920), Ini adalah footnote tambahan dari penerjemah