MANHAJ (CARA BERAGAMA) GOLONGAN YANG SELAMAT
(Bagian pertama)
Oleh : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Penerjemah : Ustadz Muhammad Hilman al-Fiqhy
1. Golongan yang selamat adalah golongan yang patuh kepada Manhaj Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Manhaj para sahabat beliau sepeninggalnya,
yaitu: Al-Quran yang mulia yang telah Allah turunkan kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya kepada para sahabat beliau dalam hadits-hadits yang shahih, serta beliau memerintahkan kaum muslimin untuk berpegang teguh terhadap Al-Quran dan Sunnah.
Beliau telah bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا : كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara bagi kalian yang mana kalian tidak akan tersesat selama berpegangteguh pada kedua perkara tersebut, yaitu: Kitabullah; Al-Quran dan sunnahku! Kedua perkara tersebut tidak akan pernah berpisah sampai datang kepadaku kelak di telaga.” (Dishahihkan oleh Al-Albaniy dalam Al Jaami’).
2. Golongan yang selamat akan kembali kepada Firman Allah (Al-Quran) dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Sunnah) ketika terjadi perselisihan dan perbedaan.
Dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul–Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisa: 59]
Dan firman Allah Ta’ala:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [An-Nisa: 65]
3. Golongan yang selamat tidak akan mendahulukan perkataan seseorang di atas Firman Allah (Al-Quran) dan Rasul-Nya (Sunnah),
Karena mengamalkan firman Allah Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallamnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Hujurat: 1]
Dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Aku khawatir akan turun batu yang menghantam kalian dari langit ! Lantaran Aku katakan pada kalian bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda begini sedangkan kalian malah mengatakan Abu Bakar dan Umar telah berkata (hal lain -pent.)!?”
4. Golongan yang selamat memandang tauhid;
Yang merupakan pengesaan Allah dalam beribadah, berdo’a, meminta tolong, beristighotsah di waktu susah maupun lapang, menyembelih, bernadzar, bertawakal, dan berhukum dengan apa yang Allah turunkan, dan yang lain sebagainya dari bentuk-bentuk peribadatan; sebagai asas yang padanya dibangun negeri Islam yang benar.
Dan wajib menjauhkan kemusyrikan serta fenomena-fenomenanya yang terdapat di kebanyakan negeri-negeri Islam, karena hal tersebut merupakan konsekuensi-konsekuensi tauhid.
Karena, golongan mana pun yang menyepelekan tauhid, serta tidak memerangi kemusyrikan dengan berbagai macamnya, maka tidak mungkin menang. Ini dalam rangka mencontoh seluruh Rasul, terutama Rasul kita, -semoga shalawat dan salam tercurah limpahkan terhadap mereka-.
5. Golongan yang selamat akan menghidupkan sunnah-sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam amalan ibadah mereka, akhlak mereka, dan kehidupan mereka, walupun kemudian mereka menjadi orang-orang asing di antara kaum mereka.
Sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
إِنَّ الإِسْلاَمُ بَدَأَ غَرِيباً، وَسَيَعُودُ غَرِيباً كَمَا بَدَأَ ، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan nanti akan kembali asing sebagaimana permulaannya. Maka, beruntunglah bagi orang-orang asing itu!” (HR. Muslim).
Di dalam riwayat yang lain terdapat lafazh:
فَطُوبَى للغُرَبَاءِ : الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
“…..maka beruntunglah bagi orang-orang yang asing itu, yaitu: orang-orang yang berbuat baik tatkala manusia telah rusak.” (Al-Albaniy berkata: HR. Abu Amru Ad Daaniy dengan sanad shahih.)
(Terjemah Kitab Manhaj Al-Firqah An-Najiyah wa Ath-Tha’ifah Al-Manshurah Karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)