Oleh: Ustadz Agus Jaelani, Lc. hafizhahullah
Sesungguhnya silaturrahim termasuk ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala yang paling baik dan ketaatan yang paling agung, kedudukan yang tertinggi dan berkah yang besar, serta memiliki manfaat di dunia dan akhirat.
Kata silaturrahim terdiri dari dua kata yang disatukan, kata “Shilah” dan kata “Ar-Rahim”.
“Shilah” artinya secara bahasa adalah menyambung. Dikatakan dalam bahasa Arab,
وَصَلْتُ الشَّيْءَ بِغَيْرِهِ
“Aku menyambung sesuatu dengan yang lain”.
Sedangkan lawan dari “Shilah” adalah “Hijrah” yang artinya memutusnya atau meninggalkannya.[1]
Adapun kata “Ar-Rahim” secara bahasa artinya adalah tempat-tempat janin atau tempat kandungan atau tempat pembentukan anak.[2]
Itu arti secara terpisah. Jika disatukan, berarti “silaturrahim” artinya adalah menyambung hubungan kekerabatan.
Adapun secara istilah, “silaturrahim” adalah berbuat baik kepada kerabat dekat sesuai dengan kondisi si penyambung dan yang disambung, yang bentuknya terkadang berupa harta, pelayanan, kunjungan, ucapan salam, bermuka manis ketika berjumpa, memberikan nasehat, mencegah kezaliman, memaafkan dan lainnya sesuai kemampuan, kebutuhan dan kemashlahatan.[3]
Silaturrahim adalah sebuah kata yang akrab di telinga kita. Apalagi jika datang lebaran, hampir semua orang pada umumnya mempraktikkan amalan ini. Dan fenomena ini adalah sesuatu yang baik, berarti kaum muslimin semangat dalam kebaikan.
Pahala silaturrahim lebih besar daripada memerdekakan budak
Banyak benefit dan manfaat yang akan didapatkan oleh seorang muslim ketika mengamalkan syariat silaturrahim ini, baik manfaat dunia ataupun akhirat. Di antaranya:
- Silaturrahim merupakan sebagian dari konsekuensi iman dan tanda-tandanya.[4]
- Silaturrahim adalah penyebab bertambahnya umur dan luasnya rezeki.[5]
- Sebab harmonisnya hubungan kekerabatan.[6]
- Terhindar dari kematian yang buruk.[7]
- Silaturrahim menyebabkan adanya hubungan Allah subhanahu wata’ala bagi orang yang menyambungnya.[8]
- Silaturrahim merupakan salah satu penyebab utama masuk surga dan jauh dari neraka.[9]
- Silaturrahim merupakan ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala dan ibadah besar, serta petunjuk takutnya hamba kepada Rabb-Nya. Maka ia menyambung tali silaturrahim tatkala Allah subhanahu wata’ala menyuruh untuk disambung.[10]
- Sesungguhnya pahala silaturrahim lebih besar daripada memerdekakan budak.[11]
Hanya saja, sekedar semangat menjalankan sesuatu itu tidak cukup. Kenapa? Karena kita sebagai seorang muslim dituntut untuk mendasari amal yang kita lakukan dengan ilmu, ilmu yang berasal dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Karena jika hanya bermodal semangat saja tanpa ilmu, amalan yang dilakukan tidak sempurna bahkan tidak akan benar, sehingga ternodai dan tercoreng, akibatnya silaturrahim tak lagi indah.
Di antara kesalahan yang banyak terjadi ketika mengamalkan syariat silaturrahim, padahal hal itu termasuk dosa besar namun ironisnya dianggap biasa dan lumrah adalah berjabat tangan dengan wanita asing yang bukan mahram pada hari raya.
Pada hari raya dianjurkan berkunjung kepada kaum kerabat dan menyambung tali kekerabatan, tetapi kadangkala dalam kunjungan-kunjungan ini terjadi sebagian hal yang menyelisihi syari’at.
Ketika seseorang berkunjung kepada pamannya atau bibinya, baik dari pihak bapak maupun ibu, terkadang putra-putra dan putri-putri pamannya menemuinya, lalu ia bersalaman dengan mereka.
Ini tidak boleh, karena sepupu itu bukan mahram. Haram hukumnya seorang muslim berjabat tangan dengan yang bukan mahramnya.
Di antara orang-orang yang bukan mahram kita adalah sepupu dan saudara ipar, walaupun mereka adalah kerabat kita.
Ar-Ruyani rahimahullah (2/227) meriwayatkan hadits dengan sanad bagus[12] dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu, bahwa Rasul shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda,
لَأَنْ يُطْعَنَ فيِ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ
“Sungguh kepala seseorang ditikam dengan jarum besi itu lebih baik daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya”.
Karena itu, Nabi shallallahu’alaihi wasallam membaiat kaum pria yang datang untuk mengikrarkan keislaman mereka dengan bersalaman. Adapun kaum wanita, maka beliau membaiat mereka dengan ucapan dan tidak bersalaman dengan mereka.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, ia mengatakan,
كَلَامًا يُكَلِّمُهَا بِهِ , وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ فِي الْمُبَايَعَةِ، وَمَا بَايَعَهُنَّ إِلَّا بِقَوْلِهِ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam membaiat kaum wanita dengan ucapan. Demi Allah, tangan beliau tidak menyentuh tangan wanita pun dalam baiat. Beliau tidak membaiat mereka kecuali dengan ucapan beliau”.[13]
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ
“Telapak tangan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tidak pernah menyentuh seorang wanita pun”.[14]
Jika Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang memiliki hati yang bersih lagi jernih menolak untuk menjabat tangan kaum wanita, maka kaum muslimin selainnya lebih patut melakukan itu. Apalagi tadi telah disebutkan ancaman keras terhadap laki-laki yang menyentuh wanita asing (bukan mahram).
Semoga Allah memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua, allahumma aamiin.
Sepupu dan ipar bukanlah mahram kita.
Referensi:
[1] Mishbahul Munir (2/662), Mukhtarus Shihah (hlm. 302), lihat Shilatul Arham (hlm. 5), buah karya Syikah Saaid Al-Qohthani rahimahullah
[2] Tahdzibul Lughah (5/34), Azhari
[3] Shilatul Arham (hlm. 6), buah karya Syikah Saaid Al-Qohthani rahimahullah
[4] HR. Al-Bukhari no. 336
[5] HR. Muslim no. 2557
[6] HR. At-Tirmidzi no.1079
[7] HR Ahmad no.1213
[8] Lihat HR. Muslim no. 2554
[9] HR. Muslim no. 13
[10] QS. Ar-Ra’d [13]:21
[11] Lihat HR. Muslim no. 999
[12] Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (1/no. 226)
[13] Shahih, HR. Al-Bukhari no. 2713
[14] Shahih, HR. Muslim no. 1866
Dikutip dari: